Scroll untuk baca artikel
       
HUKUMOpiniPendidikanSosial

Menyoal Polemik Politeknik Bombana dari Optik Hukum

135
×

Menyoal Polemik Politeknik Bombana dari Optik Hukum

Sebarkan artikel ini

Oleh : Masri Said, S.H.,M.H.

Opini, Infobombana. id – Polemik yang terjadi di Politeknik Bombana yang selanjutnya disingkat Polina hingga kini masih terus mengemuka dan menjadi bahan perbincangan hangat dikalangan publik Bombana.

Berdasarkan berita yang dimuat oleh beberapa media online di Kabupaten Bombana, mengabarkan bahwa Yayasan Polina belum membayar gaji para dosen pengajar dan stafnya, yang berimbas pada aktivitas belajar mengajar di kampus tersebut terhenti. Belum lagi ratusan mahasiswa penerima beasiswa dari Pemda Bombana terkatung tak jelas dan tidak dapat mengakses pendidikan yang layak sebagaimana mestinya.

Aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes dan tuntutan dari puluhan dosen dan staf Yayasan Polina beberapa waktu lalu (21 Maret 2025), merupakan luapan dan sekaligus ekspresi kekecewaan dari para dosen dan staf yang menuntut hak mereka selama kurang lebih 25 Bulan gaji mereka tidak dibayarkan oleh pihak yayasan. Menyusul aksi demonstrasi serupa juga dilakukan oleh para mahasiswa menuntut DPRD Kabupaten Bombana dan Pemda Bombana memberikan kepastian terkait kelanjutan program Beasiswa dari pemerintah daerah.

Oleh karena ini menyangkut hajat atau kepentingan ratusan mahasiswa yang dibiayai oleh program beasiswa, Pemda Bombana dan juga terkait anggaran daerah yang digunakan membiayai program beasiswa tersebut maka publik Bombana tentu mempertanyakan. Apa rupanya ikhwal penyebab dan permasalahan yang sedang terjadi dengan Politeknik Bombana? Opini, isu, dugaan-dugaan dan spekulasi publik pun sudah barang tentu bermunculan, menggelinding dan terus berkembang dalam percakapan publik untuk berusaha mencari jawaban dan penyebab dari polemik yang terjadi. Dalam kehidupan demokrasi, spekulasi dan opini publik merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari.

Yayasan polina dan skema kerjasama program beasiswa terindikasi “Problematik” Diantara spekulasi dan berbagai opini yang berkembang adalah tentang status kampus Polina yang ternyata dikelola oleh Yayasan Pribadi bukan dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah. Pemda Bombana kemudian enggan menggelontorkan anggaran untuk membiayai program beasiswa ke pihak Kampus Polina, sehingga pihak yayasan mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai gaji para dosen dan staffnya.

Jika berangkat dari asumsi bahwa pihak kampus Polina dikelola oleh yayasan pribadi/individu, maka praktis dalam pandangan penulis, kerjasama program beasiswa pendidikan antara Pemda Bombana dengan Pihak Yayasan Politeknik Bombana di era pemerintahan sebelumnya terindikasi Problematik atau dengan kata lain, sarat dengan permasalahan.

Polemik Polina mestinya disikapi sebagai problem yang tidak sesederhana sebagaimana pandangan dari pihak pembina dan pengurus yayasan. Dari bacaan penulis di salah satu media online, persoalan ini dianggap sebagai problem internal biasa yang akan segera selesai dengan skema atau skenario pelibatan pihak eksternal untuk mendapatkan support pembiayaan yayasan.

Problem ini mesti dilihat tidak sekadar sebagai problem internal biasa, tetapi perlu dilihat dalam perspektif dan pendekatan yang lain yaitu dalam optik hukum. Artinya, bagaimana relasi dan skema kerjasama antara pemerintah daerah dan yayasan serta implikasi yuridis yang menyertai relasi dan skema kerjasama tersebut? Setidaknya ulasan penulis ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan memperkaya perspektif dalam melihat permasalahan Polina. Begitupula rencana keberlanjutan program beasiswa berikutnya dibawah pemerintahan bupati Bombana yang baru.

Kembali ke topik bahasan, penulis menggarisbawahi kata problematik dalam hubungan kerja sama program beasiswa pendidikan antara Pemda Bombana dengan pihak yayasan.

Sebab, hal itu diasumsikan sebagai suatu fakta bahwa status yayasan pengelola kampus adalah milik pribadi/individu, bukan atas nama Pemerintah Kabupaten Bombana dan juga tidak berada di bawah kendali pemerintah daerah. Lalu, di mana letak problematiknya? Berikut ulasannya!

Yayasan Polina Tidak Didesain sebagai Yayasan Publik

Embrio dari polemik Polina dimulai sejak awal pendiriannya. Pendirian Yayasan Polina sejak awal tampak tidak direncanakan secara matang dan tidak pula didisain untuk melibatkan Pemerintah Daerah Bombana sebagai bagian dari satu kesatuan yang terintegrasi dengan yayasan sebagai suatu entitas. Atau setidaknya, tidak dirancang agar pemerintah Kabupaten Bombana dapat disertakan dalam kapasitas sebagai badan hukum publik pada posisi Dewan Pembina Yayasan.

Entah apa yang ada dalam benak dan pemikiran para pendirinya, sehingga memilih mendirikan yayasan pribadi/individu dengan menggunakan nama-nama pribadi para pendiri, yang notabene saat itu menjabat sebagai pejabat negara atau Kepala Daerah?

Setelah yayasan berdiri dengan segala legalitasnya lalu kemudian yayasan tersebut mendirikan suatu lembaga pendidikan tinggi yang diberi nama Politeknik Bombana (Polina) dan dengan memanfaatkan posisi dan jabatan si pendiri yang saat itu masih aktif sebagai Bupati Bombana (Bpk. H. Tafdil, SE.,MM) .Yayasan Polina kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah (Bupati Bombana), baik sarana prasarana penunjang kegiatan kampus seperti gedung, perkantoran dan perkuliahan, dan sarana lainnya serta dapat bekerjasama dengan pemda Bombana dalam program beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu.

Jika bukan karena kedudukan dan kapasitas pendiri ataupun pembina yayasan yang disaat yang bersamaan juga sebagai kepala daerah, maka tentu fasilitas dan kemudahan untuk mengakses program beasiswa pendidikan mustahil bisa diperoleh.

Andaikan sejak awal pendirian yayasan, dirancang atau didesign untuk menjadi yayasan publik bukan pribadi/individu, maka semestinya para pendiri memasukkan dan melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana sebagai suatu entitas publik sebagai bagian dari pendiri atau setidak-tidaknya dilibatkan sebagai Pembina yayasan. Karena didalam organ yayasan pemegang kendali yayasan adalah Dewan Pembina yang memiliki kewenangan yang setara dengan Rapat Umum Pemegang Saham didalam rezim Undang-Undaang Perseroan Terbatas. Sehingga untuk mengetahui siapa saja pengendali yayasan maka lihat saja siapa dewan pembinanya.

Jika design dan skema pelibatan entitas publik in casu Pemerintah Daerah Bombana didalam tubuh yayasan maka tentu problem-problem terkait penggajian dosen pengajar dan staf dan masalah operasional kampus lainnya tidak akan terjadi. Kenapa demikian ? karena pemerintah daerah kabupaten Bombana siapapun yang akan memimpinnya, tentu akan bertanggung jawab penuh memikirkan agar yayasan tetap eksis dan kegiatan pendidikan berjalan berkelanjutan.

Implikasi yuridis atas relasi dan skema kerjasama antara pemerintah daerah dengan yayasan pribadi/individu 

Hal menarik lain yang perlu diulas dalam tulisan ini adalah terkait apakah relasi atau hubungan hukum dalam konteks kerjasama program beasiswa antara Yayasan Polina yang notabene dalam status milik perseorangan / individu dengan pemerintah kabupaten Bombana sebagai badan hukum publik telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ?

Sebagai sebuah institusi pemerintahan didaerah, Pemda Bombana tentu dilengkapi dengan sejumlah kewenangan, tugas, hak dan kewajiban serta larangan-larangan yang mesti dipatuhi dan ditaati secara konsisten dan konsekuen. Kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati) memiliki kewenangan untuk melakukan suatu tindakan atau mengambil suatu keputusan tertentu demi memastikan efektifitas penyelenggaran pemerintahan daerah dan juga pelayanan publik.

Dalam pelaksanaan kewenangan tersebut tentu ada batasan-batasannya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan oleh karena dalam suatu kewenangan itu didalamnya ada kekuasaan untuk berbuat, bertindak dan memutuskan suatu hal tertentu yang secara alamiah “by nature sangat potensial untuk disalahgunakan.

Sebagaimana ungkapan Lord Acton seorang sejarawan Inggris dan guru besar di Universitas Cambridge bahwa power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely (kekuasaan cenderung disalahgunakan, dan kekuasaan mutlak adalah pasti disalahgunakan).

Kembali ke soal kerjasama, sebagai sebuah program, pemberian beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu oleh pemerintah Kabupaten Bombana sejatinya memang patut diapresiasi sebagai wujud kepedulian daerah dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui layanan pendidikan gratis. Namun, tentu perlu diingat bahwa setiap program yang menggunakan anggaran daerah dan menggunakan fasilitas daerah tentu tidak bisa dilakukan secara serampangan. Apalagi sampai mengangkangi aturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai Politeknik Bombana, terindikasi terdapat problem hukum serius didalamnya. Oleh karena status yayasan Polina adalah pribadi / individu, maka pemerintah daerah di periode sebelumnya yang melakukan eksekusi anggaran pada politeknik Bombana terindikasi sebagai suatu pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini cukup jelas dan tegas diatur dalam ketentuan pasal 76 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Dalam pandangan penulis, indikasi yang mengarah pada pelanggaran ketentuan pasal 76 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah pada relasi dan skema kerjasama yang dibangun yaitu antara pemerintah daerah dengan yayasan pribadi.

Dalam status yayasan sebagai milik pribadi yang pendirinya adalah person / individu dan Pembinanya juga adalah person/individu maka sangat besar potensi terjadinya konflik kepentingan (conflct of interest) dan penyalahgunaan kewenangan disana. Seorang Kepala Daerah diwaktu yang bersamaan juga sebagai pemilik yayasan dan aktif sebagai dewan pembina yayasan yang memiliki kewenangan besar untuk menentukan arah kebijakan yayasan, termasuk melakukan pengangkatan dan pemberhentian pengurus tentu akan sangat sulit untuk dapat secara objektif dan tegas melakukan pengawasan jika penyelenggara program menyalahi aturan dan tidak melaksanakan kewajiban dengan baik.

Problem berikutnya adalah terkait adanya pelibatan dan penempatan beberapa orang dalam komposisi Pembina, pengurus dan pengawas yang tak lain adalah kroni-kroni, keluarga, dan terindikasi kuat sebagai kelompok politik / pendukung dari kepala daerah periode sebelumnya. Tentu kita masih ingat betul, kiprah dan sepak terjang dari para pengurus dan pembina yayasan pada saat kontestasi Pilkada Tahun 2024 lalu, Pengurus dan Pembina Yayasan Polina secara aktif mengkonsolidasi dan menggiring mahasiswa dan civitas akademika Polina untuk terlibat aktif dalam politik praktis pada moment Pilkada 2024 lalu.

Hal ini penting sekedar untuk menjadi catatan dan bahan evaluasi apakah Pemda Bombana masih tetap akan bekerjasama dengan Politeknik Bombana kedepannya atau ada solusi dan opsi lain yang lebih baik dan menguntungkan kepentingan daerah ?

Solusi dan Skema Penyelesaian Masalah

Diakhir tulisan ini, kita semua berharap ada solusi atau jalan keluar sebagai win-win solution yang dapat diambil guna memastikan program beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu terus berjalan “dengan” atau “tanpa” yayasan Politeknik Bombana yang notabene milik pribadi. Jika semua pihak sepakat dengan mempertimbangkan kepentingan daerah yang lebih besar dan menghilangkan kesan Yayaasan sebagai milik Pribadi/Individu serta demi kepentingan pembangunan sumberdaya manusia Bombana melalui pendidikan yang layak bagi generasi muda Bombana, maka solusinya sederhana dalam hemat penulis, tidak perlu memasukkan unsur-unsur lain diluar dari Kabupaten Bombana apalagi sampai mendatangkan seorang politikus Nasional untuk membantu menyelesaikan problem di Bombana. Opsinya hanya 2 (dua) menurut penulis yaitu :

1. Pihak Yayasan Polina harus berbesar hati dan secara sukarela menyerahkan pengelolaan yayasan sepenuhnya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana dalam kapasitas sebagai badan hukum publik. Skemanya ialah masukkan Pemda Bombana sebagai Dewan Pembina tanpa melibatkan pihak-pihak lain diluar Bombana atau, Pemerintah Kabupaten Bombana mengalihkan kerjasama program beasiswa pada institusi pendidikan lain yang dipandang lebih kredibel dan akuntabel, tetapi dengan catatan semua fasilitas sarana prasarana yang sebelumnya digunakan dan / atau dipinjam pakaikan pada pihak yayasan politeknik Bombana dikembalikan / ditarik kembali sebagai aset pemerintah daerah kabupaten Bombana.

2. Pemda Bombana perlu mendorong institusi berwenang untuk melakukan audit guna menuntut pertanggung jawaban penggunaan anggaran oleh pihak Yayasan Polina dan Pihak lain termasuk mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan dan proses hukum terhadap indikasi pelanggaran hukum atau dugaan tindak pidana dalam pengelolaan dana beasiswa tersebut.

Penulis adalah Advokat / Praktisi Hukum, Founder & Managing Partners Kantor Hukum MSC LAW FIRM & Putra Daerah Bombana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *