Jakarta, Infobombana.id– Pemerintah resmi meluncurkan Sekolah Rakyat, program pendidikan berasrama yang digagas Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah strategis memutus rantai kemiskinan struktural di Indonesia. Program ini mulai dijalankan pada tahun ajaran 2025/2026 dan diawali dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah pada Senin, 14 Juli 2025.
“Sekolah Rakyat merupakan implementasi Asta Cita nomor empat Presiden Prabowo. Presiden memahami bahwa pendidikan menjadi kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Jangan sampai kemiskinan menjadi warisan,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati, pada Minggu, (13/7/2025)
Dirancang sebagai sekolah berasrama gratis, seluruh kebutuhan peserta didik, mulai dari fasilitas belajar hingga kebutuhan hidup sehari-hari,akan ditanggung negara. Program ini menyasar anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, yang tercatat dalam desil 1 Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) Badan Pusat Statistik (BPS).
“Sekolah negeri saat ini memang sudah gratis, tetapi bagaimana dengan biaya transportasi? Bagaimana dengan uang jajan, seragam, dan perlengkapan lainnya? Itu semua menjadi beban keluarga. Sementara, untuk makan sehari-hari saja mereka sudah kesulitan,” ujar Adita.
Gagasan Sekolah Rakyat mencuat dari keprihatinan Presiden terhadap masih tingginya angka kemiskinan. Berdasarkan data BPS, per September 2024, jumlah penduduk miskin mencapai 24,06 juta jiwa atau 8,57 persen dari total populasi, dengan lebih dari 3,17 juta di antaranya tergolong miskin ekstrem.
Kesenjangan ekonomi, lanjut Adita, telah berkontribusi besar pada ketimpangan pendidikan. Banyak anak dari keluarga tidak mampu kesulitan mengakses layanan pendidikan yang layak, termasuk keterampilan dan gizi memadai.
Data BPS tahun 2024 menunjukkan, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah pada rumah tangga kuintil 1 hanya 74,45 persen, jauh di bawah kuintil 5 yang mencapai 97,37 persen. Sementara itu, kelompok usia 16–18 tahun mencatat persentase Anak Tidak Sekolah (ATS) tertinggi, yakni 19,20 persen. Dari 730.703 lulusan SMP yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA, sekitar 76 persen menyebut alasan ekonomi sebagai penghalang utama.
“Dengan adanya Sekolah Rakyat, seluruh kebutuhan siswa akan ditanggung oleh negara,” kata Adita menegaskan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga mencatat pada 2022, angka putus sekolah di tingkat SMP sebesar 1,12 persen dan SMA sebesar 1,19 persen. Pemerintah berharap program ini mampu menurunkan angka tersebut secara signifikan.
Selain menyediakan akses pendidikan, Sekolah Rakyat juga mengadopsi pendekatan holistik dengan memetakan potensi dan minat siswa, serta membekali mereka dengan keterampilan hidup.
“Presiden Prabowo Subianto telah mewanti-wanti para pembantunya bahwa Sekolah Rakyat harus terlaksana dengan tepat, menggunakan cara yang benar, dan benar-benar mencapai tujuannya. Para siswa diharapkan menjadi generasi muda yang mampu berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ucap Adita.