Jakarta, Infobombana.id – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan komitmennya dalam mengelola tanah telantar sebagai bagian dari upaya menghadirkan tata kelola pertanahan yang maju dan modern. Tanah yang ditetapkan sebagai tanah telantar nantinya akan dikuasai langsung oleh negara dan dimasukkan dalam kategori Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN).
Tanah telantar sendiri didefinisikan sebagai tanah hak, tanah hak pengelolaan, maupun tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT), yang dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dimanfaatkan, serta tidak dipelihara sebagaimana mestinya.
Direktur Jenderal Penertiban dan Penataan Tanah ATR/BPN menjelaskan, penetapan tanah telantar bukan sekadar sanksi administratif, tetapi juga bentuk implementasi konstitusi. “Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujarnya, Senin (22/9/2025).
Untuk Siapa Tanah Telantar?
Menurut ATR/BPN, TCUN akan didayagunakan untuk berbagai kepentingan strategis, antara lain:
1. Reforma Agraria – guna memperkuat akses masyarakat terhadap tanah sebagai sumber penghidupan.
2. Proyek Strategis Nasional (PSN) – mendukung pembangunan infrastruktur dan program prioritas pemerintah.
3. Bank Tanah – sebagai instrumen pengelolaan ketersediaan tanah dalam jangka panjang.
4. Cadangan Negara Lainnya – untuk keperluan strategis yang mendukung kepentingan nasional.
Mencegah Ketimpangan Penguasaan Tanah
ATR/BPN menilai kebijakan ini penting agar tanah tidak dikuasai oleh segelintir pihak tanpa pemanfaatan nyata. Dengan masuknya tanah telantar ke dalam TCUN, negara dapat mendistribusikan kembali aset tersebut secara adil, sekaligus mempercepat agenda pemerataan pembangunan.
“Kebijakan ini adalah salah satu cara pemerintah memastikan tanah benar-benar memberi manfaat, bukan hanya sebagai aset menganggur,” tambah pejabat ATR/BPN.
Langkah ini sekaligus menegaskan arah kebijakan pertanahan yang lebih modern, inklusif, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas