Makassar, infobombana.id– Aliansi Mahasiswa Bergerak (Almager) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan membawa empat tuntutan utama yang menyoroti berbagai permasalahan nasional. Demonstrasi ini menjadi bentuk perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Keempat tuntutan yang disuarakan Almager meliputi: Peninjauan ulang Inpres No. 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran. Lalu, pengusutan tuntas pelaku kekerasan HAM di Indonesia. Ketiga, penyelenggaraan pendidikan yang sehat dan berkualitas, dan terakhir, pengesahan RUU Perampasan Aset
Dalam aksi tersebut, spanduk-spanduk yang dibawa massa aksi menyoroti isu pendidikan, yang mereka nilai hanya menjadi formalitas tanpa visi untuk mewujudkan cita-cita bangsa.
DPRD Dinilai Mandul, Mahasiswa Tuntut Ketegasan
Jenderal lapangan Almager, Ferdianto Syah, dalam orasinya menegaskan bahwa DPRD harus segera bergerak di tengah ketidakpastian dan ketidakstabilan sosial yang dialami masyarakat. Ia mengecam kebijakan pemerintah yang kerap diubah dan dicabut tanpa pertimbangan matang.
“Kebijakan serampangan ini seakan menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan. Tidak ada kepastian, aturan yang baru saja diterbitkan kemudian dicabut lagi. Ini mencerminkan lemahnya perencanaan dan keberpihakan pemerintah” tegas Ferdianto.
Mahasiswa juga mendesak DPRD untuk segera menemui massa aksi. Setelah beberapa orator menyampaikan orasi ilmiah, pihak DPRD meminta perwakilan Almager untuk masuk dalam rapat dengar pendapat (RDP). Sebanyak 10 orang delegasi ditunjuk untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Dalam RDP ini juga, mahasiswa menyampaikan isu-isu krusial, termasuk konflik agraria, perampasan ruang hidup, kekerasan akademik, serta ketidakpastian hukum. Namun, respons DPRD dinilai tidak memuaskan.
“Pihak DPRD tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak punya kapasitas dalam menangani masalah yang kami bawa,” ungkap salah satu perwakilan Almager dengan nada kecewa.
Sementara itu, Komisi E DPRD Sulsel berjanji akan meneruskan tuntutan mahasiswa ke pimpinan DPRD dan pusat. “Setiap 30 hari ada pertemuan dengan DPR RI, kami akan sampaikan ini ke tingkat lebih tinggi,” ujar salah satu anggota DPRD.
Namun, janji tersebut tidak langsung diterima oleh mahasiswa. Mereka menuntut komitmen nyata, bukan sekadar diplomasi politik tanpa hasil konkret. Almager menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu ini hingga ada kebijakan nyata yang berpihak kepada rakyat.
Aksi Almager ini menjadi simbol ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang dianggap gagal menjalankan fungsinya secara efektif. DPRD sebagai perwakilan rakyat seharusnya menjadi jembatan antara kebijakan dan kepentingan publik, bukan sekadar perpanjangan tangan kekuasaan yang hanya menampung aspirasi tanpa tindakan nyata.