Jakarta, Infobombana.id – Setiap tanggal 24 September, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memperingati Hari Agraria dan Tata Ruang (Hantaru) sekaligus mengenang lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Regulasi ini menjadi tonggak sejarah pembaruan hukum agraria nasional yang mengatur tentang tanah dan pemanfaatannya di Indonesia.
UUPA lahir pada 24 September 1960, ketika Presiden Soekarno menandatangani Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Kehadirannya mengakhiri dualisme hukum warisan kolonial Belanda dan hukum adat, sekaligus melahirkan sistem agraria nasional yang berlandaskan pada UUD 1945, khususnya Pasal 33 tentang penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sebelum UUPA disahkan, sistem agraria Indonesia masih dipengaruhi Agrarische Wet 1870 dan domein verklaring yang seringkali menyingkirkan hak rakyat atas tanah.
Melalui proses panjang, pemerintah membentuk panitia-panitia agraria sejak 1948 hingga akhirnya merumuskan RUU yang komprehensif. UUPA pun lahir dengan membawa semangat baru: pengakuan atas fungsi sosial tanah, penguatan hak ulayat masyarakat adat, kepastian hukum melalui pendaftaran tanah, serta pembatasan kepemilikan agar tidak terjadi monopoli.
Kini, enam puluh lima tahun setelah lahirnya, UUPA tetap menjadi rujukan utama dalam tata kelola pertanahan di Indonesia. Setiap peringatan Hantaru bukan hanya momentum seremonial, tetapi juga pengingat akan cita-cita besar reforma agraria: mewujudkan tanah terjaga, ruang tertata, dan kemakmuran rakyat yang berkeadilan.