Surabaya, Infobombana.id – Kisah Mujiadi di Blitar pada 2019 bisa menjadi cerita inspiratif jelang Pemilu 2024. Baik bagi yang ingin dipilih maupun calon pemilih.
Mengutip situs resmi Pemkab Grobogan, Pilkades merupakan salah satu bentuk pesta demokrasi yang begitu merakyat. Pemilu tingkat desa ini merupakan ajang kompetisi politik yang begitu mengena, jika dimanfaatkan untuk pembelajaran politik bagi masyarakat.
Pelajaran berharga datang dari Desa Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Ada seorang warga menjadi kades berkat kejujuran dan berjiwa sosial yang tinggi.
Namanya Mujiadi warga Dusun Krajan, RT 12 RW 03. Ia yang akrab disapa Muji dilantik menjadi Kades Pagerwojo pada 13 Desember 2019.
“Ngapunten sanget Mbak. Kulo niki tiyang utun. Dereng saget birokrasi (Maaf sekali, saya ini orang desa. Belum bisa birokrasi),” ujar lulusan STM Bangunan, Sabtu (14/12/2019).
Menurut Muji, menjadi kades sama sekali tak pernah terbayang dalam benaknya. Ia mengaku tidak punya kemampuan birokrasi sama sekali. Warga yang mendorong Muji, bahkan mendaftarkannya menjadi calon pemimpin di desa mereka.
“Setiap ketemu warga saat menggali kubur, mereka selalu bilang, wes Pak Ji sampean ae sing dadi kades (sudah Pak Ji, bapak saja yang jadi kades),” kata Muji.
Muji dikenal selalu menjadi yang terdepan saat mengurus warga yang meninggal. Tanpa diminta tolong keluarga duka dan tanpa bayaran, Muji akan datang lebih awal ke makam untuk menggali dan menyiapkan liang lahad, untuk pemakaman warga yang meninggal.
Tak peduli warga satu dusun atau bukan, Muji selalu menggali kubur membantu keluarga yang tengah berduka. Pria yang pada 2019 itu genap berusia 50 tahun, merasa punya cukup tenaga untuk menggali kubur.
“Bagi saya, kalau takziah di rumah duka itu kan hanya nongkrong saja. Lha badan saya masih sehat masih kuat. Kan lebih baik saya ke makam, gali tanah siapkan lubang untuk pemakaman,” tuturnya.
Muji rajin membantu warga menggali kubur sejak 2003. Terlebih ladangnya berdekatan dengan salah satu pemakaman. Ia kerap tahu lebih awal ketika ada warga yang meninggal dan membutuhkan lokasi pemakaman.
Ketulusan Muji membantu warga membawanya menjadi seorang kepala desa. Tanpa disangka, ia meraup 1.284 suara dari sekitar 6.000 daftar pemilih di desanya pada Pilkades serentak 12 Oktober 2019.
“Saya ndak ada persiapan apa-apa. Begitu didaftarkan, ya tetap macul sawah atau makam tiap hari. Gak pakai acara ngumpul-ngumpul seperti calon lainnya,” ungkapnya.
Sekalinya mengumpulkan warga, Muji malah mengaku kurang nyaman. Masalahnya, dia tidak pernah memakai bahasa Indonesia saat berbincang dalam keseharian. Selain itu, ia kerap dihinggapi penyakit demam panggung. Kekurangan itu membuat Muji tidak berharap banyak menang di Pilkades.
Kemenangan Muji menjadi sejarah demokrasi di Desa Pagerwojo. Ia menang atas modal kebaikan yang telah ditanam.
“Kami ingin pemimpin yang jujur. Sejak awal, kami melihat Pak Muji orang yang sangat baik, jujur dan punya jiwa sosial tinggi. Makanya, kami daftarkan jadi calon kades dan alhamdulillah menang,” kata Dwi Hari, warga Dusun Dawung.
Kemenangan Muji di Pilkades menjadi suatu kejutan yang menggembirakan. Pasalnya, lawan-lawan politiknya terbilang berat. Semuanya jago orasi dan bertitel sarjana serta tak segan membagikan uang untuk menggalang dukungan.
“Saya gak mengira Pak Muji bisa menang. Dia bukan kader partai dan tidak pakai uang sama sekali untuk cari dukungan. Jadi, warga desa makin cerdas memilih pemimpin sekarang,” pungkasnya.
(Detik.com)