Ekobis

Menteri ATR/BPN Bahas Status Kawikawia dan Konflik Agraria Sultra, Geliat PSN Jangan Gusur Rakyat

5
×

Menteri ATR/BPN Bahas Status Kawikawia dan Konflik Agraria Sultra, Geliat PSN Jangan Gusur Rakyat

Sebarkan artikel ini

Kendari, Infobombana.id Di tengah derasnya arus pembangunan dan ambisi industrialisasi berbasis nikel, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid memimpin Rapat Koordinasi Strategis bersama jajaran pemerintah daerah se-Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kantor Gubernur Sultra, Rabu (28/5).

Rakor ini menjadi panggung penting menyelaraskan kebijakan pertanahan dan tata ruang di Bumi Anoa. Dimana, warga berada di persimpangan antara kepentingan ekonomi nasional dan hak-hak masyarakat adat serta petani lokal.

Dalam arahannya, Menteri Nusron menyoroti empat isu utama, yakni layanan pertanahan, Reforma Agraria, pengadaan tanah, serta tata ruang. Komitmen pemerintah pusat ditunjukkan melalui penyerahan 76 sertifikat tanah aset pemerintah, 5 milik Provinsi dan 71 milik kabupaten/kota se-Sultra. Hal ini dilakukan sebagai upaya memperkuat legalitas dan ketertiban administrasi aset daerah.

Namun di balik prosesi formal itu, mencuat problem serius yang diangkat langsung oleh Gubernur Sultra, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka. Salah satunya adalah polemik pengembalian dokumen substansi Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Provinsi oleh Kementerian ATR/BPN akibat status kepemilikan Pulau Kawikawia yang belum tuntas.

“Status kepemilikan Pulau Kawikawia jadi kendala utama. Pemprov sudah menyiapkan draf MoU, tapi kita sekarang menunggu arahan lebih lanjut dari Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Andi.

Pulau Kawikawia bukan sekadar wilayah administratif. Ia terletak di jantung kawasan industri yang tengah menggeliat oleh kehadiran 16 Proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk lima pabrik smelter dan sembilan proyek perluasan industri. Kawikawia, kini dalam status status quo, menjadi simbol tarik-menarik antara penguatan investasi dan kebutuhan akan kejelasan hukum pertanahan.

Lebih jauh, Gubernur juga menyoroti konflik agraria yang terus mengakar di berbagai kabupaten, utamanya Kolaka dan Bombana. “Konsesi tambang seringkali bertabrakan dengan klaim masyarakat atas tanah yang mereka garap turun-temurun. Ini diperparah oleh mafia tanah dan lemahnya koordinasi lembaga,” tegasnya.

Dalam konteks itulah, penyusunan RT/RW menjadi sangat vital. Menurut Andi Sumangerukka, tata ruang harus mampu menjembatani kepentingan industri pertambangan dan pelestarian lingkungan, tanpa mengorbankan ruang hidup masyarakat lokal.

“Masyarakat harus diberi ruang untuk hidup, bekerja, dan berkembang. Jangan sampai pembangunan yang tidak terencana menggeser ruang publik, lahan pertanian, dan kawasan permukiman rakyat,” pungkasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *