Rumbia, Infobombana.id – Raja Moronene Keuwia Rumbia, PYM. Apua Mokole Alfian Pimpie, S.H., M.AP., akhirnya angkat bicara menanggapi tudingan jual beli tanah ulayat di Rariwatu Utara dan isu rencana pelengserannya dari tahta.
Dalam pernyataan tegas kepada awak media Senin, 19 Mei 2025, Raja Rumbia ke-VII itu menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan menyebut upaya pelengseran dirinya bertentangan dengan adat dan garis keturunan kerajaan Moronene.
“Saya tidak bisa asal dilengserkan. Penobatan saya sebagai Pauno Rumbia ke-VII berdasarkan garis keturunan lurus, bukan hasil pemilihan seperti kepala organisasi atau politik,” tegas PYM. Apua Mokole Alfian Pimpie.
Ia menjelaskan bahwa dalam tradisi Moronene, posisi raja ditentukan secara turun-temurun dari garis keturunan Raja sebelumnya. Dirinya merupakan putra dari Alm. PYM. Apua Mokole Pimpie, Raja Moronene Keuwia Rumbia ke-V, yang secara adat menyerahkan warisan tahta kepadanya.
Bantah Tuduhan Jual-Beli Tanah
Terkait tuduhan menjual tanah ulayat, Raja Alfian membantah keras. Ia menyebut justru pihak-pihak yang menuduhnya itulah yang selama ini terlibat dalam penjualan lahan secara ilegal, termasuk lahan APL dan HP.
“Setelah saya melaporkan pemalsuan dokumen ke pihak berwajib, mereka baru mulai ribut. Padahal saya hanya menjalankan kewenangan sebagai Raja. Semua yang ingin menjual tanah di wilayah adat Keuwia Rumbia wajib mendapatkan pengesahan dari saya,” bebernya.
Menurutnya, jika pun ada tanah yang dialihkan atau dihibahkan oleh dirinya, itu adalah hak waris dari orang tuanya, bukan tanah ulayat. “Ada surat keterangan warisan yang saya miliki. Jadi bukan seenaknya saja saya berikan ke orang,” tegasnya.
Sejarah Tanah Transmigrasi
Raja Alfian juga memaparkan sejarah tanah eks-transmigrasi di wilayah SP 1 hingga SP 9. Ia menyebut bahwa pada masa pemerintahan ayahnya, sebagian besar lahan tersebut dihibahkan kepada pemerintah untuk program transmigrasi. Namun seiring waktu, warga transmigran dari SP 4 hingga SP 9 memilih pindah karena tanah dianggap tidak layak, sehingga pemerintah mengembalikan lahan tersebut kepada kerajaan.
“SP 4 sampai SP 9 sudah ditinggalkan dan dikembalikan kepada kerajaan. Tapi wilayah SP 1 sampai SP 3 tetap kami biarkan karena masih ada penghuninya. Kami tidak pernah ganggu,” jelasnya.
Ia mencontohkan pula bahwa wilayah warisan rumpun seperti Pangkuri dan Wumbubangka juga tidak pernah diganggu oleh pihak kerajaan.
Laporan Hukum: Sudah Ada Tersangka
Terkait sengketa lahan yang kini diklaim beberapa pihak, termasuk lahan dalam wilayah PT Pancalogam Makmur, Raja Alfian menegaskan bahwa laporan hukum sudah ditangani Polda Sultra.
“Sudah ada tersangka. Kasus pemalsuan dokumen itu sudah P21. Ini bukan sekadar klaim biasa,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sisa tanah warisan keluarganya yang berada di luar wilayah transmigrasi dan PPA mencapai sekitar 5.100 hektare.