BeritaBirokrasiParlementaria

Sudiami Kritik BPBD dan PDAM Bombana: “Jangan Hanya Selfie seperti Malaikat Penyelamat dan Semangat Menagih

290
×

Sudiami Kritik BPBD dan PDAM Bombana: “Jangan Hanya Selfie seperti Malaikat Penyelamat dan Semangat Menagih

Sebarkan artikel ini

Rumbia, Infobombana.id Anggota DPRD Bombana dari Komisi II, Sudiami, SH, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bombana dalam sebuah pertemuan hearing di DPRD Bombana, Selasa, (15 /7/2025).

Forum yang dihelat dalam nuansa Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini dipimpin langsung Ketua DPRD Bombana, Iskandar, SP. Hadir pula Kepala BPBD dan Direktur PDAM beserta jajaran. Di ruangan itu, Sudiami menilai kedua lembaga tersebut belum menunjukkan komitmen kuat dalam memberikan pelayanan publik yang memadai, khususnya saat terjadi bencana dan dalam penyediaan air bersih.

“Setiap ada bencana, BPBD hanya turun ke lapangan, meninjau, lalu selesai di situ. Tidak ada tindak lanjut sama sekali. Yang ada hanya menyuruh masyarakat bersihkan. Kalau soal itu, masyarakat tak perlu diajak, mereka sudah pasti bersihkan karena mereka yang merasakan dampaknya,” ujar Sudiami.

Ia menyoroti penanganan banjir di Desa Lambale, Kecamatan Kabarna Timur, sebagai contoh kurangnya kehadiran pemerintah di lapangan. Menurutnya, masyarakat terpaksa bersuara di media sosial akibat ketiadaan bantuan nyata.

“Kalau hanya turun untuk memantau dan selfie, seperti malaikat penyelamat, lebih baik tidak usah turun sama sekali,” tegasnya.

Sudiami juga mengkritik kualitas air dari PDAM yang dinilai tak layak konsumsi. Air yang disalurkan disebut keruh dan tak layak digunakan, bahkan untuk mandi.

“Air PDAM itu sangat memprihatinkan, apalagi musim hujan begini. Untuk memasak tidak bisa, untuk mandi pun meninggalkan bekas lumpur di kuku. Masyarakat kasihan, hanya itu sumber air mereka,” ungkapnya.

Ia menambahkan, aduan masyarakat terkait kerusakan jaringan pipa juga seringkali tidak ditanggapi dengan cepat oleh petugas lapangan.

“Kalau memang ada yang tak bisa kerja lapangan, tolong rolling petugas. Jangan hanya semangat saat pencabutan meteran air saja, dan jangan juga hanya semangat menagih,” tutupnya.

Rapat tersebut menjadi sorotan publik karena menyingkap banyak keluhan warga terkait buruknya layanan dasar dari dua instansi penting di Bombana.

Tanggapan BPBD: Hadapi Hambatan Struktural dan Teknis

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Bombana, Drs. Hasdin Ratta, M.Si, menyampaikan bahwa pihaknya menghadapi sejumlah kendala serius dalam pelaksanaan tugas tanggap darurat. Ia memaparkan lima poin utama hambatan yang kerap dihadapi instansinya di lapangan:

1. Hambatan administratif, seperti pejabat terkait yang tidak berada di tempat, lambannya proses birokrasi, pencairan dana yang berbelit, serta kurangnya koordinasi lintas sektor, menghambat respons cepat BPBD saat bencana terjadi.

2. Kendala pembebasan lahan, yang menghambat pelaksanaan tugas respons darurat secara efisien di sejumlah lokasi terdampak.

3. Harga barang yang berfluktuasi, kerap kali tidak sesuai dengan ketentuan Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Satuan Harga (SSH), menyebabkan keterlambatan pengadaan dan kesulitan dalam merencanakan stok logistik.

4. Keterbatasan sumber daya manusia, terutama dalam hal pemahaman teknis penanganan bencana secara menyeluruh dan cepat.

5. Durasi waktu penanganan yang sangat terbatas, yakni hanya 14 hari sejak kejadian hingga penutupan fase tanggap darurat, menjadi tantangan tersendiri dalam menuntaskan bantuan secara menyeluruh.

“Kami tentu menerima semua kritik sebagai bentuk kontrol publik dan akan terus berupaya meningkatkan kinerja kami di lapangan,” ujar Hasdin.

Sementara itu, Direktur PDAM Tirta Moico, Irham Saputra, mengungkapkan bahwa persoalan paling mendasar terletak pada ketergantungan terhadap infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang sudah lama dibangun dan bukan hasil pengadaan mandiri oleh perusahaan daerah.

Pihaknya pun masih sangat bergantung pada SPAM yang dibangun pemerintah. Dari sisi PDAM pula, belum ada kapasitas anggaran untuk membangun infrastruktur sendiri.

Menurut Irham, kondisi ini membatasi manuver PDAM, baik dalam pemeliharaan maupun pengembangan jaringan baru. Keterbatasan anggaran juga menjadi faktor utama yang menyebabkan PDAM belum mampu mengambil peran lebih besar dalam investasi penyediaan air.

Di tengah tekanan keluhan masyarakat akibat distribusi air yang tidak merata, Irham memastikan bahwa PDAM terus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bombana. Ia menyebut, dukungan dari kepala daerah menjadi kunci untuk memperbaiki pelayanan ke depan..

Saat ini, PDAM Bombana tengah menyusun sejumlah rencana jangka menengah, termasuk usulan peningkatan kapasitas instalasi dan jaringan distribusi untuk wilayah-wilayah terdampak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!